FASAL 4 :



(فَصْلٌ) فِيْ بَيَانِ وُجُوْبِ التَّقْلِيْدِ لِمَنْ لَيْسَ لَهْ أَهْلِيَّةُ الْإِجْتِهَادِ

Fasal 4 : Penjelasan Tentang Kewajiban Taqlid Bagi Orang Yang Tidak Mempunyai Kemampuan Ijtihad


يَجِبُ عِنْدَ جُمْهُوْرِ الْعُلَمَاءِ الْمُحَقِّقِيْنَ عَلَى كُلِّ مَنْ لَيْسَ لَهُ أَهْلِيَّةُ الْإِجْتِهَادِ الْمُطْلَقِ، وَإِنْ كَانَ قَدْ حَصَلَ بَعْضُ الْعُلُوْمِ الْمُعْتَبَرَةِ فِي الْإِجْتِهَادِ تَقْلِيْدُ قَوْلِ الْمُجْتَهِدِيْنَ وَالْأَخْذُ بِفَتْوَاهُمْ لِيَخْرُجَ عَنْ عُهْدَةِ التَّكْلِيْفِ بِتَقْلِيْدِ أَيِّهِمْ شَاءَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {فَاسْأَلوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ}، فَأَوْجَبَ السُّؤَالَ عَلَى مَنْ لَمْ يَعْلَمْ ذَلِكَ، وَذَلِكَ تَقْلِيْدٌ لِعَالِمٍ، وَهُوَ عَامٌّ لِكُلِّ الْمُخَاطَبِيْنَ

Wajib menurut mayoritas ulama bagi setiap orang yang tidak mempunyai kualifikasi ijtihad mutlak, -meskipun ia telah memperoleh ilmu yang dapat diperhitungkan berijtihad- bertaklid (mengikuti) perkataan para mujtahid dan mengambil fatwa-fatwanya agar keluar dari ikatan taklif (beban hukum) dengan cara mengikuti mujtahid manapun yang dikehendakinya, kewajiban taqlid itu karena Allah SWT berfirman: {Maka bertanyalah kepada orang-orang yang berzikir jika kamu tidak mengetahui}. Maka Allah mewajibkan kita untuk bertanya. dan hal itu adalah taqlid kepada seorang ulama mujtahid, dan perintah pada ayat itu bersifat umum bagi semua orang yang diajak bicara oleh syariat.


وَيَجِبُ أَنْ يَكُوْنَ عَامًّا فِي السُّؤَالِ عَنْ كُلِّ مَا لَا يُعْلَمُ لِلْإِجْمَاعِ عَلَى أَنَّ الْعَامَّةَ لَمْ تَزَلْ فِيْ زَمَنِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَكُلِّ حُدُوْثِ الْمُخَالِفِيْنَ يَسْتَفْتُوْنَ الْمُجْتَهِدِيْنَ وَيَتَّبِعُوْنَهُمْ فِي الْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ وَالْعُلَمَاءَ،

kewajiban dalam bertanya itu umum tentang segala sesuatu yang belum diketahui. Hal demikian dikarenakan ada ijma’ bahwa masyarakat umum tidak berhenti melakukan hal tersebut pada masa para Sahabat dan tabi’in dan masa munculnya para orang yang silih berganti. Mereka semua bertanya kepada para mujtahid dan mengikutinya dalam dalam hukum syariat.


فَإِنَّهُمْ يُبَادِرُوْنَ إِلَى إِجَابَةِ سُؤَالِهِمْ مِنْ غَيْرِ إِشَارَةٍ إِلَى ذِكْرِ الدَّلِيْلِ، وَلَا يَنْهَوْنَهُمْ عَنْ ذَلِكَ مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ، فَكَانَ إِجْمَاعًا عَلَى اتِّبَاعِ الْعَامِّيِّ لِلْمُجْتَهِدِ،

Para sahabat dan tabi’in bersegera-segera menjawab pertanyaan tanpa menyebutkan dalilnya, dan mereka tidak melarang masyarakat dari hal tersebut tanpa ada pengingkaran. Maka hal itu (bertanya pada orang alim) Menjadi ijma’ atas keharusan orang awam untuk mengikuti para mujtahid.


وَلِأَنَّ فَهْمَ الْعَامِّيِّ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ سَاقِطٌ عَنْ حَيْزِ الْإِعْتِبَارِ، إِنْ لَمْ يُوَافِقْ أَفْهَامَ عُلَمَاءِ أَهْلِ الْحَقِّ الْأَكَابِرِ الْأَخْيَارِ

Dan karena pemahaman masyarakat awam terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak masuk dalam pertimbangan, jika tidak sejalan dengan pemahaman para ulama besar dan alim dari orang-orang yang benar.


فَإِنَّ كُلَّ مُبْتَدِعٍ وَضَالٍّ يَفْهَمُ أَحْكَامَهُ الْبَاطِلَةَ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَيَأْخُذُ مِنْهُمَا وَالْحَالُ أَنَّهُ لَا يُغْنِيْ مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا.

Sesungguhnya setiap ahli bid’ah dan sesat memahami hukum-hukum yang bathil dari Al-Qur'an dan Sunnah dan mengambilnya darinya, padahal keadaan mereka sama sekali tidak mencukup apapun dari takaran kebenaran.


وَلَا يَجِبُ عَلَى الْعَامِّيِّ إِلْتِزَامُ مَذْهَبٍ فِيْ كُلِّ حَادِثَةٍ، وَلَوْ اِلْتَزَمَ مَذْهَبًا مُعَيَّنًا كَمَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى لَا يَجِبُ عَلِيْهِ الْإِسْتِمْرَارُ، بَلْ يَجُوْزُ لَهُ الْإِنْتِقَالُ إِلَى غَيْرِ مَذْهَبِهِ.

Tidak wajib bagi orang awam untuk menganut suatu madzhab fiqih tertentu dalam segala peristiwa yang terjadi, dan jika dia menganut madzhab tertentu seperti madzhab Syafi'i, semoga Tuhan Yang Maha Esa merahmatinya, maka dia tidak wajib terus menerus bermadzhab syafi’i, tetapi diperbolehkan baginya untuk pindah ke madzhab lain.


وَالْعَامِّيُّ الَّذِيْ لَمْ يَكُنْ لَهُ نَظَرٌ وَاسْتِدْلَالٌ وَلَمْ يَقْرَأْ كِتَابًا فِيْ فُرُوْعِ الْمَذْهَبِ إِذَا قَالَ: أَنَا شَافِعِيٌّ، لَمْ يُعْتَبَرْ هَذَا كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ الْقَوْلِ،

Jika orang awam yang tidak mempunyai wawasan dan nalar serta belum membaca kitab tentang cabang-cabang fiqih berkata: “Saya Syafi’I”, maka hal ini tidak dianggap demikian dengan semata-mata ucapannya saja


وَقِيْلَ: إِذَا الْتَزَمَ الْعَامِّيُّ مَذْهَبًا مُعَيَّنًا يَلْزَمُهُ الْإِسْتِمْرَارُ عَلَيْهِ لِأَنَّهُ إِعْتَقَدَ أَنَّ الْمَذْهَبَ الَّذِيْ اِنْتَسَبَ إِلَيْهِ هُوَ الْحَقُّ، فَعَلَيْهِ الْوَفَاءُ بِمُوْجَبِ اعْتِقَادِهِ. وَلْلْمُقَلِّدِ تَقْلِيْدُ غَيْرِ إِمَامِهِ فِيْ حَادِثَةٍ، فَلَهُ أَنْ يُقَلِّدَ إِمَامًا فِيْ صَلَاةِ الظُّهْرِ مَثَلًا وَيُقَلِّدَ إِمَامًا آخَرَ فِيْ صَلَاةِ الْعَصْرِ.

Dikatakan dalam satu pendapat : Jika orang biasa menganut suatu madzhab, maka ia harus terus menerus mengikuti madzhab itu karena ia yakin bahwa madzhab yang dianutnya ini adalah kebenaran, dengan demikian maka ia harus menunaikan keyakinannya (yaitu tetap mengikuti madzhab awal yang dipercayainya). Bagi seorang muqolid (orang yang taklid/bukan mujtahid) boleh mengikuti selain imamnya dalam suatu peristiwa, maka bagi muqolid boleh mengikuti seorang imam madzhab dalam shalat zuhur, dan mengikuti imam madzhab lain dalam shalat zuhur.


وَالتَّقْلِيْدُ بَعْدَ الْعَمَلِ جَائِزٌ، فَلَوْ صَلَّى شَافِعِيٌّ ظَنَّ صِحَّةَ صَلَاتِهِ عَلَى مَذْهَبِهِ ثُمَّ تَبَيَّنَ بُطْلَانُهَا فِيْ مَذْهَبِهِ وَصِحَّتُهَا عَلَى مَذْهَبِ غَيْرِهِ فَلَهُ تَقْلِيْدُهُ وَيَكْتَفِيْ بِتِلْكَ الصَّلَاةِ.

Taqlid setelah amal (mengikuti imam madzhab setelah terjadinya perbuatan) hukumnya boleh. jika seorang Syafi'I (pengikut madzhab syafi’i) yang mengerjakan shalat mengira bahwa shalatnya itu sah menurut ajarannya, kemudian menjadi jelas bahwa shalatnya itu sebenarnya batal menurut madzhabnya, dan sah menurut madzhab selain madzhabnya maka bagi orang tersebut boleh mengikuti madzhab selain madzhabnya tersebut, dan ia sudah dinilai cukup dengan shalat yang sudah terlaksana tersebut.